Bukan sulap bukan sihir, yang lemas bisa jadi kuat dibuatnya seperti itu lah Mestinon, obat yang setiap 4-6 jam sekali harus banget gue minum.^^
Bulan Maret depan genap 4 tahun gue hidup dengan menyandang status seorang dengan mengidap penyakit Autoimun. Cukup lumayan panjang tahap demi tahap yang gue lalui untuk menuju ke tahap Menerima, Merelakan dan Mengikhlaskan apa yang harus gue jalani di kehidupan gue yang sekarang ini.
Flashback ke 4 tahun terakhir begitu banyak kejutan-kejutan yang gue terima dari Myasthenia Gravis ini, yang sudah tentu atas kehendak Sang Maha Kuasa. Salah satunya itu pengalaman gue dengan Mestinon.
Mestinon adalah merek dagang untuk kandungan obat Piridostigmin. Piridostigmin adalah obat anti kolinesterase yang memungkinkan cukupnya jumlah asetilkolin yang disambungkan pada saraf dan otot pada MGers, agar dapat mengaktifkan reseptor asetilkolin pada saat MGers ingin mengkontraksi otot.
Berikut penjelasan dari salah satu MGers yang sudah lebih berpengalaman dengan Myasthenia Gravis iyalah bang Frans Diego, seniornya MGers *muehehehe*.
Bulan Maret depan genap 4 tahun gue hidup dengan menyandang status seorang dengan mengidap penyakit Autoimun. Cukup lumayan panjang tahap demi tahap yang gue lalui untuk menuju ke tahap Menerima, Merelakan dan Mengikhlaskan apa yang harus gue jalani di kehidupan gue yang sekarang ini.
Flashback ke 4 tahun terakhir begitu banyak kejutan-kejutan yang gue terima dari Myasthenia Gravis ini, yang sudah tentu atas kehendak Sang Maha Kuasa. Salah satunya itu pengalaman gue dengan Mestinon.
Mestinon adalah merek dagang untuk kandungan obat Piridostigmin. Piridostigmin adalah obat anti kolinesterase yang memungkinkan cukupnya jumlah asetilkolin yang disambungkan pada saraf dan otot pada MGers, agar dapat mengaktifkan reseptor asetilkolin pada saat MGers ingin mengkontraksi otot.
Berikut penjelasan dari salah satu MGers yang sudah lebih berpengalaman dengan Myasthenia Gravis iyalah bang Frans Diego, seniornya MGers *muehehehe*.
Pada penderita MG kita mengalami yang namanya penyakit autoimun, dimana imun (pertahanan tubuh) kita yang seharusnya melindungi tubuh kita dari sakit penyakit, malah menyerang tubuh kita sendiri. Pada saat kita ingin beraktifitas seperti mengetik hp, berjalan, mengangkat gayung saat mandi, bernafas, dan aktifitas lainnya, tubuh akan membutuhkan otot untuk menggerakan itu semua. lalu bagaimana cara kerjanya ?
Contoh sederhana menggerakan jari telunjuk kita saja, untuk menggerakan jari telunjuk agar bisa bergerak naik turun kita memerlukan proses kontraksi & relaksasi otot, cara kerja kontraksi otot, otak akan mengirimkan sinyal implus listrik melalui saraf ke otot, dari saraf menuju ke otot terdapat sebuah sambungan yang berfungsi untuk mengkontraksi atau merelaksasi otot. Agar tubuh dapat mengkontraksi otot, diperlukan sebuah penghubung zat neurotransmiter yang disebut sel asetilkolin pada sambungan saraf & otot. Sel asetilkolin dilepaskan oleh otot untuk mengaktifkan reseptor asetilkolin agar terjadi rangsangan kontraksi pada otot..
Pada penderita MG, asetilkolin yang dilepaskan oleh saraf yang seharusnya menuju reseptor asetilkolin dihambat oleh antibodi, antibodi dalam tubuh MGers menganggap bahwa sel asetilkolin adalah benda yang berbahaya bagi tubuh, akibat hambatan yang ditimbulkan oleh antibodi kita sendiri, kontraksi otot kita akan menjadi melemah akibat kurangnya reseptor asetilkolin yang diaktifkan.
Besar kecilnya hambatan yang ditimbulkan oleh antibodi akan berpengaruh pada kekuatan kontraksi otot kita. Semakin banyak jumlah asetilkolin yang mengaktifkan reseptor, maka akan semakin kuat rangsangan saraf ke otot kita untuk berkontraksi. Namun begitu pula sebaliknya, semakin sedikit asetilkolin yang mengaktifkan reseptor, maka akan semakin lemah rangsangan saraf ke otot untuk kontraksi (yang mengakibatkan MGers pada letoy).
Sampai sini udah paham kan kenapa MGers sering letoy ? Akibat hambatan anti bodi pada zat asetilkolin (disambungan saraf & otot), menyebabkan semakin sedikitnya reseptor asetilkolin yang dapat diaktifkan membuat kurangnya rangsangan kontraksi pada otot. Maka disinilah "si pil ajaib" Mestinon dibutuhkan oleh MGers untuk menambah jumlah pelepasan zat asetilkolin dalam tubuh agar semakin banyak reseptor asetilkolin yang dapat diaktifkan.
Semakin banyak asetilkolin yang dihambat oleh antibodi, maka akan semakin banyak kebutuhan kita akan obat antikolinesterase (Mestinon).
Pengalaman Gue dan Mestinon
Mungkin ini hampir semua MGers pasti mengalaminya, bagaimana perasaannya ketika di fonis oleh dokter untuk meminum obat di sepanjang sisa hidupnya, rasa panik, cemas, sedih semuanya berkecamuk di pikiran gue waktu itu, "kenapa harus gue ?" "apa dosa gue ?" "Tuhan nggak adil" "kenapa hidup gue selalu menderita ?" dan blablabla yang lainnya.
Tidak hanya diri sendiri, yang dibuat tersentak dengan Myasthenia Gravis ini, para keluarga, orang tua, atau para suami, istri dan anak, sedikit banyaknya pasti ikut sedih jika seseorang yang didekatnya mengidap MG.
Begitupun dulu dengan Papah dan Mamah, di tiga bulan pertama gue merasakan gejala MG ini kedua orang tua heran dengan kelainan yang gue idap, mata yang tiba-tiba turun, lima menit ketika sedang berbicara tiba-tiba suaranya berubah menjadi cadel, ketika sedang bekerja sering terjatuh.
Selama tiga bulan itu, gue nggak langsung dibawa ke Rumah Sakit, tapi malah dibawa berobat alternatif, yang katanya sakit ini lah, sakit itu lah sampai ada yang bilang juga terkena gangguan sihir dan blablabla yang lainnya.
Sampai akhirnya di satu waktu ketika almarhumah Nenek sedang di rawat di salah satu Rumah Sakit di Bogor, Mamah berinisiatif untuk membawa gue langsung ke dokter spesialis saraf mumpung waktu itu lagi di Rumah Sakit.
Untungnya waktu itu gue bertemu dengan dokter yang mengerti dengan MG, jadi ketika gue sedang menceritakan kealinan yang sedang gue rasakan, si dokter langsung bisa menyimpulkan kalau gue terkena MG.
Karena langkanya penyakit ini membuat banyak yang masih awam dengan MG, bahkan tidak semua dokter juga yang tahu MG.
Waktu itu gue langsung diberi obat Mestinon dan beberapa vitamin saraf.
"Cring! Magic.." senang rasanya ketika mata bisa kembali terbuka total, tenaga kembali kuat, suara gue yang cadel hilang dengan gue meminum obat yang dokter kasih, tapi ternyata itu bukanlah akhirnya.
Dihari pertama gue konsul dengan dokter, setelah gue fikir sekarang-sekarang ini, mungkin waktu itu dokter gue sedang menjaga perasaan gue yang baru saja mengidap penyakit langka, jadi dokter tidak langsung bilang kalau gue di haruskan untuk selalu meminum obat di sisa hidup gue yang sekarang ini.
Ketika obat itu habis, maka gue akan terbebas dari kelainan aneh itu, begitulah yang gue fikirkan waktu itu. Namun nyatanya tidak, obat habis, dan gue nggak minum obat lagi kenapa kelopak mata gue kembali turun lagi ? suara gue kenapa jadi cadel lagi ? dan badan gue pun kembali lemas lagi ?
Jawaban itu gue dapat ketika kembali konsul untuk yang kedua kalinya dengan dokter yang sama. "Sepulang nanti dirumah coba kamu cari di internet apa itu MG. Sekarang kamu harus minum obat seumur hidup, kamu harus banyak-banyak istirahat, ketika sudah lelah harus segera beristirahat, mengubah pola hidup menjadi pola hidup yang sehat, nggak boleh stress, nggak boleh sedih...." beragam nasihat meluncur dari mulut Pak dokter, ibarat suara petir di siang bolong.
Cobaan belum berhenti sampai disitu.
"Apa efek samping kalau gue harus terus-terusan minum obat ?" "Akankah gue mengidap penyakit lain kalau seandainya gue harus minum obat dengan jangka waktu yang panjang ?" dan blablabla fikiran jelek yang lainnya.
Kedua orang tua juga tak kalah cemasnya dengan gue, mereka memikirkan segala sesuatunya baik itu untuk gue dan juga dari segi finansial.
MG sama sekali tidak pandang bulu, mau itu dia yang sudah tua, yang masih muda, bahkan juga yang masih bayi, tidak juga mengenal mereka yang kaya atau miskin hartanya.
Mestinon ini juga tergolong ke dalam jenis obat-obatan yang cukup mahal, di Indonesia Mestinon dibandrol dengan harga rata-rata 10-11 ribu rupiah, jadi kalau ada MGers yang minum sehari 3 kali berarti 30 ribu sehari, berapa rupiah yang harus di keluarkan untuk membeli Mestinon jika dihitung untuk tahunan ? ^^ Nah, itu untuk yang 3 kali sekali, kalau yang seharinya harus minum 5-7 kali ? ^^ *hitung-hitung seperti sedang mencicil rumah yah*.
Memikirkan itu semua, kedua orang tua pernah memutuskan membawa gue berobat alternatif, yups alternatif lagi.
Waktu itu si terapis menyarankan kalau selama proses pengobatan gue diharuskan untuk berhenti meminum obat-obatan dokter, alasannya karena itu semua terbuat dari bahan kimia, jadi cuma boleh minum obat herbal aja gitu maksudnya.
3 Bulan menjalani pengobatan alternatif bukannya membuat kondisi badan gue semakin membaik, tapi malah kebalikannya, MG gue semakin memburuk 20 kali lipat.
Tibalah di puncak kejadian yang amat sangat tidak mengenakan yang sampai detik ini tidak terlupakan, gue sendiri pun nggak berniat untuk melupakan hal itu, kenapa ? karena kejadian itu lah yang sekarang ini jadi pengingat gue akan adanya Sang Maha Pencipta. Dalam islam ada yang namanya "Kun Fa Ya Kun" "Jadi maka jadilah".
13 Januari 2013, Mamah dan Papah sedang berada di luar kota, tepatnya di Medan, Minggu siang saat jam makan siang, hebatnya dengan kondisi MG yang sangat buruk, gue masih bisa memasak tumis sayur sawi dan telur dadar dengan dibantu Adik di rumah.
Menu masakan sederhana "orang normal", dengan kondisi otot mengunyah dan menelan yang lemah, membuat gue tersedak di suapan ke tiga.
Mencoba untuk mengeluarkan isi makanan di dalam tenggorokan dengan posisi badan bersujud, biasa gue lakukan ketika makanan itu susah gue telan.
Tapi tidak untuk hari itu, si sayur sawi masih menyangkut di tenggorokan, susah dikeluarkan apa lagi untuk ditelan, dengan panik gue mencoba meminta bantuan adik untuk menepuk-nepuk punggung, dan lagi-lagi belum berhasil. Adik berteriak keluar rumah untuk meminta bantuan para tetangga, dan gue waktu itu sudah mulai kesulitan untuk bernafas.
Kata-kata terakhir yang gue dengar "Icha.. Istighfar.. Icha Istighfar.." "Bu.. tolong bantuin Teteh.." "Badan Teteh udah biru!.." "Badan Teteh udah biru Bu!.." teriakan panik dan tangisan adik membawa gue ke alam bawah sadar.
Perjalanan dari rumah ke Rumah Sakit rasanya seperti gue sedang tertidur amat pulas, nggak ngerasain apa-apa, dan nggak mendengar sama sekali, mungkin seperti itu juga yah rasanya nanti kalau gue sudah tidak bernyawa. ^^
Mendengar dari cerita adik, saudara yang jadi wali gue waktu itu, katanya mereka gue sempat dipakai alat pacu jantung, udah kayak di sinetron atau drama Korea aja yah. ^^
Dokter jaga di IGD sempat memarahi adik gue, dia bilang "kenapa diberhentikan minum obatnya ?! Kalau kakaknya ini telat 5 menit aja datang ke Rumah Sakit, mungkin susah untuk di selamatkan..!"
Bersyukur Allah SWT masih memberikan gue umur hingga sekarang ini.
Begitu menyeramkan efek jika MGers tidak minum Mestinon yah ? ^^
Bersyukur juga sekarang obat Mestinon di cover oleh BPJS jadi tidak terlalu memberatkan mereka yang dengan kondisi finansialnya pas-pasan. ^^
Pesan teruntuk para MGers yang belum banyak makan asam garam tentang MG dan para keluarga pendampingnya yang belum mengerti seluk beluk MG dan Mestinon, jangan pernah berfikir Mestinon itu sama seperti narkoba yang bikin kecanduan yah ^^. Jangan pernah berfikir "gue harus bisa turunin dosis mestinon", gue nggak mau ketergantungan mestinon". Semua tergantung kondisi tubuh kita sendiri kok, jadi kalau memang jumlah asetilkolin sudah cukup untuk mengaktifkan reseptor, yah nggak usah diminum. Kalau kurang jumlah asetilkolin untuk mengaktifkan reseptor asetilkolin yang disebabkan oleh hambatan antibodi, maka harus segera minum Mestinon.
Satu lagi, jangan terlalu ngoyo atau terobsesi dengan yang namanya "remisi dari Mestinon", kamu cukup menjalani hari-hari dengan apa yang telah diberikan Tuhan, Akan ada masanya "hadiah itu jatuh ketanganmu", jika bukan di dunia ini, berarti di surgaNya nanti waktu untuk kamu akan bahagia. ^^
pacman emotikon jd jgn pernah berpikir gw harus bs turunin dosis mestinon.. gw nggk mau ketergantungan mestinon.. semua tergantung kondisi tubuh kita sendiri kok, jd klo memang jumlah asetilkolin sdh cukup untuk mengaktifkan reseptor. . yah kaga usah diminum, klo kurang jumlah asetilkolin untuk mengaktifkan resepetor asetilkolin yg disebabkan oleh hambatan antibodi
Pengalaman Gue dan Mestinon
Mungkin ini hampir semua MGers pasti mengalaminya, bagaimana perasaannya ketika di fonis oleh dokter untuk meminum obat di sepanjang sisa hidupnya, rasa panik, cemas, sedih semuanya berkecamuk di pikiran gue waktu itu, "kenapa harus gue ?" "apa dosa gue ?" "Tuhan nggak adil" "kenapa hidup gue selalu menderita ?" dan blablabla yang lainnya.
Tidak hanya diri sendiri, yang dibuat tersentak dengan Myasthenia Gravis ini, para keluarga, orang tua, atau para suami, istri dan anak, sedikit banyaknya pasti ikut sedih jika seseorang yang didekatnya mengidap MG.
Begitupun dulu dengan Papah dan Mamah, di tiga bulan pertama gue merasakan gejala MG ini kedua orang tua heran dengan kelainan yang gue idap, mata yang tiba-tiba turun, lima menit ketika sedang berbicara tiba-tiba suaranya berubah menjadi cadel, ketika sedang bekerja sering terjatuh.
Selama tiga bulan itu, gue nggak langsung dibawa ke Rumah Sakit, tapi malah dibawa berobat alternatif, yang katanya sakit ini lah, sakit itu lah sampai ada yang bilang juga terkena gangguan sihir dan blablabla yang lainnya.
Sampai akhirnya di satu waktu ketika almarhumah Nenek sedang di rawat di salah satu Rumah Sakit di Bogor, Mamah berinisiatif untuk membawa gue langsung ke dokter spesialis saraf mumpung waktu itu lagi di Rumah Sakit.
Untungnya waktu itu gue bertemu dengan dokter yang mengerti dengan MG, jadi ketika gue sedang menceritakan kealinan yang sedang gue rasakan, si dokter langsung bisa menyimpulkan kalau gue terkena MG.
Karena langkanya penyakit ini membuat banyak yang masih awam dengan MG, bahkan tidak semua dokter juga yang tahu MG.
Waktu itu gue langsung diberi obat Mestinon dan beberapa vitamin saraf.
"Cring! Magic.." senang rasanya ketika mata bisa kembali terbuka total, tenaga kembali kuat, suara gue yang cadel hilang dengan gue meminum obat yang dokter kasih, tapi ternyata itu bukanlah akhirnya.
Dihari pertama gue konsul dengan dokter, setelah gue fikir sekarang-sekarang ini, mungkin waktu itu dokter gue sedang menjaga perasaan gue yang baru saja mengidap penyakit langka, jadi dokter tidak langsung bilang kalau gue di haruskan untuk selalu meminum obat di sisa hidup gue yang sekarang ini.
Ketika obat itu habis, maka gue akan terbebas dari kelainan aneh itu, begitulah yang gue fikirkan waktu itu. Namun nyatanya tidak, obat habis, dan gue nggak minum obat lagi kenapa kelopak mata gue kembali turun lagi ? suara gue kenapa jadi cadel lagi ? dan badan gue pun kembali lemas lagi ?
Jawaban itu gue dapat ketika kembali konsul untuk yang kedua kalinya dengan dokter yang sama. "Sepulang nanti dirumah coba kamu cari di internet apa itu MG. Sekarang kamu harus minum obat seumur hidup, kamu harus banyak-banyak istirahat, ketika sudah lelah harus segera beristirahat, mengubah pola hidup menjadi pola hidup yang sehat, nggak boleh stress, nggak boleh sedih...." beragam nasihat meluncur dari mulut Pak dokter, ibarat suara petir di siang bolong.
Cobaan belum berhenti sampai disitu.
"Apa efek samping kalau gue harus terus-terusan minum obat ?" "Akankah gue mengidap penyakit lain kalau seandainya gue harus minum obat dengan jangka waktu yang panjang ?" dan blablabla fikiran jelek yang lainnya.
Kedua orang tua juga tak kalah cemasnya dengan gue, mereka memikirkan segala sesuatunya baik itu untuk gue dan juga dari segi finansial.
MG sama sekali tidak pandang bulu, mau itu dia yang sudah tua, yang masih muda, bahkan juga yang masih bayi, tidak juga mengenal mereka yang kaya atau miskin hartanya.
Mestinon ini juga tergolong ke dalam jenis obat-obatan yang cukup mahal, di Indonesia Mestinon dibandrol dengan harga rata-rata 10-11 ribu rupiah, jadi kalau ada MGers yang minum sehari 3 kali berarti 30 ribu sehari, berapa rupiah yang harus di keluarkan untuk membeli Mestinon jika dihitung untuk tahunan ? ^^ Nah, itu untuk yang 3 kali sekali, kalau yang seharinya harus minum 5-7 kali ? ^^ *hitung-hitung seperti sedang mencicil rumah yah*.
Memikirkan itu semua, kedua orang tua pernah memutuskan membawa gue berobat alternatif, yups alternatif lagi.
Waktu itu si terapis menyarankan kalau selama proses pengobatan gue diharuskan untuk berhenti meminum obat-obatan dokter, alasannya karena itu semua terbuat dari bahan kimia, jadi cuma boleh minum obat herbal aja gitu maksudnya.
3 Bulan menjalani pengobatan alternatif bukannya membuat kondisi badan gue semakin membaik, tapi malah kebalikannya, MG gue semakin memburuk 20 kali lipat.
Tibalah di puncak kejadian yang amat sangat tidak mengenakan yang sampai detik ini tidak terlupakan, gue sendiri pun nggak berniat untuk melupakan hal itu, kenapa ? karena kejadian itu lah yang sekarang ini jadi pengingat gue akan adanya Sang Maha Pencipta. Dalam islam ada yang namanya "Kun Fa Ya Kun" "Jadi maka jadilah".
13 Januari 2013, Mamah dan Papah sedang berada di luar kota, tepatnya di Medan, Minggu siang saat jam makan siang, hebatnya dengan kondisi MG yang sangat buruk, gue masih bisa memasak tumis sayur sawi dan telur dadar dengan dibantu Adik di rumah.
Menu masakan sederhana "orang normal", dengan kondisi otot mengunyah dan menelan yang lemah, membuat gue tersedak di suapan ke tiga.
Mencoba untuk mengeluarkan isi makanan di dalam tenggorokan dengan posisi badan bersujud, biasa gue lakukan ketika makanan itu susah gue telan.
Tapi tidak untuk hari itu, si sayur sawi masih menyangkut di tenggorokan, susah dikeluarkan apa lagi untuk ditelan, dengan panik gue mencoba meminta bantuan adik untuk menepuk-nepuk punggung, dan lagi-lagi belum berhasil. Adik berteriak keluar rumah untuk meminta bantuan para tetangga, dan gue waktu itu sudah mulai kesulitan untuk bernafas.
Kata-kata terakhir yang gue dengar "Icha.. Istighfar.. Icha Istighfar.." "Bu.. tolong bantuin Teteh.." "Badan Teteh udah biru!.." "Badan Teteh udah biru Bu!.." teriakan panik dan tangisan adik membawa gue ke alam bawah sadar.
Perjalanan dari rumah ke Rumah Sakit rasanya seperti gue sedang tertidur amat pulas, nggak ngerasain apa-apa, dan nggak mendengar sama sekali, mungkin seperti itu juga yah rasanya nanti kalau gue sudah tidak bernyawa. ^^
Mendengar dari cerita adik, saudara yang jadi wali gue waktu itu, katanya mereka gue sempat dipakai alat pacu jantung, udah kayak di sinetron atau drama Korea aja yah. ^^
Dokter jaga di IGD sempat memarahi adik gue, dia bilang "kenapa diberhentikan minum obatnya ?! Kalau kakaknya ini telat 5 menit aja datang ke Rumah Sakit, mungkin susah untuk di selamatkan..!"
Bersyukur Allah SWT masih memberikan gue umur hingga sekarang ini.
Begitu menyeramkan efek jika MGers tidak minum Mestinon yah ? ^^
Bersyukur juga sekarang obat Mestinon di cover oleh BPJS jadi tidak terlalu memberatkan mereka yang dengan kondisi finansialnya pas-pasan. ^^
Pesan teruntuk para MGers yang belum banyak makan asam garam tentang MG dan para keluarga pendampingnya yang belum mengerti seluk beluk MG dan Mestinon, jangan pernah berfikir Mestinon itu sama seperti narkoba yang bikin kecanduan yah ^^. Jangan pernah berfikir "gue harus bisa turunin dosis mestinon", gue nggak mau ketergantungan mestinon". Semua tergantung kondisi tubuh kita sendiri kok, jadi kalau memang jumlah asetilkolin sudah cukup untuk mengaktifkan reseptor, yah nggak usah diminum. Kalau kurang jumlah asetilkolin untuk mengaktifkan reseptor asetilkolin yang disebabkan oleh hambatan antibodi, maka harus segera minum Mestinon.
Satu lagi, jangan terlalu ngoyo atau terobsesi dengan yang namanya "remisi dari Mestinon", kamu cukup menjalani hari-hari dengan apa yang telah diberikan Tuhan, Akan ada masanya "hadiah itu jatuh ketanganmu", jika bukan di dunia ini, berarti di surgaNya nanti waktu untuk kamu akan bahagia. ^^
pacman emotikon jd jgn pernah berpikir gw harus bs turunin dosis mestinon.. gw nggk mau ketergantungan mestinon.. semua tergantung kondisi tubuh kita sendiri kok, jd klo memang jumlah asetilkolin sdh cukup untuk mengaktifkan reseptor. . yah kaga usah diminum, klo kurang jumlah asetilkolin untuk mengaktifkan resepetor asetilkolin yg disebabkan oleh hambatan antibodi